Kebutuhan Tenaga Kerja || Metode WISN
1.
Perhitungan Kebutuhan
Tenaga Kerja
Berdasarkan
Kemenkes RI Nomor 81/Menkes/SK/I/2004 Tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan
Sumber Daya Manusia Kesehatan di Tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota Serta Rumah
Sakit, metode yang digunakan adalah metode WISN (Work Load Indicator Staff Need), yaitu suatu indikator yang menunjukkan besarnya
kebutuhan tenaga pada sarana kesehatan berdasarkan beban kerja, sehingga
alokasi/relokasi akan lebih mudah dan rasional. Beban
Kerja adalah banyaknya jenis pekerjaan
yang harus diselesaikan oleh tenaga kesehatan profesional dalam satu tahun
dalam satu sarana pelayanan kesehatan.
Metode
perhitungan kebutuhan SDM berdasarkan beban kerja (WISN) adalah suatu metode
perhitungan kebutuhan SDM kesehatan berdasarkan pada beban pekerjaan nyata yang
dilaksanakan oleh tiap kategori SDM kesehatan pada tiap unit kerja di fasilitas
pelayanan kesehatan. Kelebihan metode ini mudah dioperasikan, mudah digunakan,
secara teknis mudah diterapkan, komprehensif dan realistis. Adapun langkah
perhitungan kebutuhan SDM berdasarkan WISN ini meliputi 5
langkah, yaitu :
a.
Menetapkan
waktu kerja tersedia;
b.
Menetapkan
unit kerja dan kategori SDM;
c.
Menyusun
standar beban kerja;
d.
Menyusun
standar kelonggaran;
e.
Perhitungan
kebutuhan tenaga per unit kerja.
Pada dasarnya metode
WISN ini dapat di gunakan di rumah sakit, puskesmas dan sarana kesehatan
lainnya, atau bahkan dapat digunakan untuk kebutuhan tenaga di Kantor Dinas
Kesehatan. Berikut adalah uraian dari tiap-tiap langkah dalam menghitung kebutuhan
SDM berdasarkan beban kerja (WISN):
a.
Menetapkan Waktu Kerja Tersedia
Menetapkan waktu kerja tersedia tujuannya adalah
diperolehnya waktu kerja tersedia masing-masing kategori SDM yang bekerja di
Rumah Sakit selama kurun waktu satu tahun.
Data yang dibutuhkan untuk menetapkan waktu kerja
tersedia adalah sebagai berikut:
1) Hari
kerja, sesuai ketentuan yang berlaku di Rumah Sakit atau Peraturan Daerah setempat, pada umumnya
dalam 1 minggu 5 hari kerja. Dalam 1 tahun 250 hari kerja (5 hari x 50 minggu).
(A)
2) Cuti
tahunan, sesuai ketentuan setiap SDM memiliki hak cuti 12 hari kerja setiap
tahun. (B)
3)
Pendidikan dan
pelatihan, sesuai ketentuan yang berlaku di RS untuk mempertahankan dan
meningkatkan kompetensi/ profesionalisme setiap kategori SDM memiliki hak untuk
mengikuti pelatihan/kursus/seminar/ lokakarya dalam 6 hari kerja. (C)
4)
Hari Libur Nasional,
berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Terkait tentang Hari Libur Nasional dan
Cuti Bersama, tahun 2002-2003 ditetapkan 15 Hari Kerja dan 4 hari kerja untuk
cuti bersama. (D)
5)
Ketidak hadiran kerja,
sesuai data rata-rata ketidak hadiran kerja (selama kurun waktu 1 tahun) karena
alasan sakit, tidak masuk dengan atau tanpa pemberitahuan/ijin. (E)
6)
Waktu kerja, sesuai
ketentuan yang berlaku di RS atau Peraturan
Daerah, pada umumnya waktu kerja
dalam 1 hari adalah 8 jam (5 hari kerja/minggu). (F)
Berdasarkan data tersebut selanjutnya dilakukan
perhitungan untuk menetapkan waktu tersedia dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan
:
A
= Hari Kerja D = Hari Libur Nasional
B
= Cuti Tahunan E =
Ketidak Hadiran Kerja
C
= Pendidikan dan Pelatihan F = Waktu
Kerja
Apabila ditemukan adanya perbedaaan rata-rata
ketidak hadiran kerja atau RS menetapkan kebijakan untuk kategori SDM tertentu
dapat mengikuti pendidikan dan pelatihan lebih lama di banding kategori SDM
lainnya, maka perhitungan waktu kerja tersedia dapat dilakukan perhitungan
menurut kategori SDM.
b.
Menetapkan Unit Kerja dan Kategori SDM
Menetapkan unit kerja dan kategori SDM tujuannya
adalah diperolehnya unit kerja dan kategori SDM yang bertanggung jawab dalam
menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan perorangan pada pasien, keluarga
dan masyarakat di dalam dan di luar RS.
Data
dan informasi yang dibutuhkan untuk penetapan unit kerja dan kategori SDM
adalah sebagai berikut:
1)
Bagan Struktur
Organisasi RS dan uraian tugas pokok dan fungsi masing-masing unit dan sub-unit
kerja.
2)
Keputusan Direktur RS
tentang pembentukan unit kerja struktural dan fungsional, misalnya: Komite
Medik, Komite Pangendalian Mutu RS. Bidang/Bagian Informasi.
3)
Data Pegawai
Berdasarkan Pendidikan yang bekerja pada tiap unit kerja di RS.
4)
PP 32 tahun 1996
tentang SDM kesehatan.
5)
Peraturan perundang
undangan berkaitan dengan jabatan fungsional SDM kesehatan.
6)
Standar profesi,
standar pelayanan dan standar operasional prosedur (SOP) pada tiap unit kerja
RS.
Analisa Organisasi
Fungsi utama rumah sakit adalah menyelenggarakan
pelayanan kesehatan yang mengutamakan pelayanan kesehatan perorangan meliputi
pelayanan kesehatan kuratif, rehabilitatif secara serasi dan terpadu dengan pelayanan
preventif dan promotif. Berdasarkan fungsi utama tersebut, unit kerja RS dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
1)
Unit Kerja Fungsional
Langsung, adalah unit dan sub-unit kerja yang langsung terkait dengan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan perorangan di dalam dan di luar RS,
misalnya : Instalasi Rawat Inap, Intalasi Rawat Jalan, Instalasi Gawat Darurat,
Instalasi Laboratorium, Instalasi Radiologi, Instalasi Farmasi/Apotik, Unit
Pelayanan Home Care dll.
2)
Unit Kerja Fungsional
Penunjang, adalah unit dan sub-unit kerja yang tidak langsung berkaitan dengan
penyelenggaraan :
a)
Pelayanan kesehatan
perorangan di Rumah Sakit, misalnya: Instalasi Tata Usaha Rawat Inap/Rawat
Jalan, Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit.
b)
Pelayanan kesehatan
Promotif di dalam dan diluar Rumah Sakit, misalnya: Unit Penyuluhan Kesehatan
Masyarakat (PKM-RS).
Apabila ditemukan unit atau sub-unit kerja
fungsional yang belum diatur atau ditetapkan oleh Direktur, Depkes, Pemda
(Pemilik RS) perlu ditelaah terlebih dahulu sebelum disepakati ditetapkan
keberadaanya. Selanjutnya apakah fungsi, kegiatan-kegiatannya dapat digabung
atau menjadi bagian unit kerja yang telah ada. Setelah unit kerja dan sub unit
kerja di RS telah ditetapkan, langkah selanjutnya adalah menetapkan kategori
SDM sesuai kompetensi atau pendidikan untuk menjamin mutu, efisensi dan
akuntabilitas pelaksanaan kegiatan/pelayanan di tiap unit kerja RS. Data
kepegawaian, standar profesi, standar pelayanan, fakta dan pengalaman yang
dimiliki oleh penanggung jawab unit kerja adalah sangat membantu proses
penetapan kategori SDM di tiap unit kerja di RS. Untuk menghindari hambatan
atau kesulitan perhitungan kebutuhan SDM berdasarkan beban kerja, sebaiknya
tidak menggunakan metode analisis jabatan untuk menetapkan kategori SDM sesuai
kompetensi yang dipersyaratkan dalam melaksanakan suatu pekerjaan / kegiatan di
tiap unit kerja RS.
c.
Menyusun Standar Beban Kerja
Standar beban kerja adalah volume/kuantitas beban
kerja selama 1 tahun per kategori SDM. Standar beban kerja untuk suatu kegiatan
pokok disusun berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikannya
(rata-rata waktu) dan waktu yang tersedia per-tahun yang dimiliki oleh
masing-masing kategori tanaga. Pelayanan kesehatan di RS bersifat individual,
spesifik dan unik sesuai karateristik pasien (umur, jenis kelamin), jenis dan
berat ringannya penyakit, ada tidaknya komplikasi. Disamping itu harus mengacu
pada standar pelayanan dan standar prosedur operasional (SPO) serta penggunaan
teknologi kedokteran dan prasarana yang tersedia secara tepat guna. Oleh karena
itu pelayanan kesehatan RS membutuhkan SDM yang memiliki berbagai jenis
kompetensi, jumlah dan distribusinya tiap unit kerja sesuai beban kerja. Data
dan informasi yang dibutuhkan untuk menetapkan beban kerja masing-masing
kategori SDM utamanya adalah sebagai berikut :
1)
Kategori SDM yang
bekerja pada tiap unit kerja RS sebagaimana hasil yang telah ditetapkan pada
langkah kedua.
2)
Standar profesi,
standar pelayanan yang berlaku di RS.
3)
Rata-rata waktu yang
dibutuhkan oleh tiap kategori SDM untuk melaksanakan/menyelesaikan berbagai
pelayanan RS.
4)
Data dan informasi
kegiatan pelayanan pada tiap unit kerja RS.
Beban kerja masing-masing
kategori SDM di tiap unit kerja RS adalah meliputi :
1)
Kegiatan pokok yang
dilaksanakan oleh masing-masing kategori SDM.
Kegiatan pokok adalah kumpulan berbagai jenis
kegiatan sesuai standar pelayanan dan standar prosedur operasional (SPO) untuk
menghasilkan pelayanan kesehatan/medik yang dilaksanakan oleh SDM kesehatan
dengan kompetensi tertentu. Langkah selanjutnya untuk memudahkan dalam
menetapkan beban kerja masing-masing kategori SDM, perlu disusun kegiatan pokok serta jenis kegiatan
pelayanan, yang berkaitan langsung/ tidak langsung dengan pelayanan
kesehatan perorangan.
2)
Rata-rata waktu yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan tiap kegiatan pokok.
Rata-rata
waktu adalah suatu waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu kegiatan
pokok, oleh masing-masing kategori SDM pada tiap unit kerja. Kebutuhan waktu
untuk menyelesaiakan kegiatan sangat bervariasi dan dipengaruhi standar
pelayanan, standar prosedur operasional (SPO), sarana dan prasarana medik yang
tersedia serta kompetensi SDM. Rata-rata waktu ditetapkan berdasarkan
pengamatan dan pengalaman selama bekerja dan kesepakatan bersama. Agar
diperoleh data rata-rata waktu yang cukup akurat dan dapat dijadikan acuan,
sebaiknya ditetapkan berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tiap
kegiatan pokok oleh SDM yang memiliki kompetensi, kegiatan pelaksanaan standar
pelayanan, standar operasional prosedur (SOP) dan memiliki etos kerja yang
baik. Secara bertahap RS dapat melakukan studi secara intensif untuk menyusun
standar waktu yang dibutuhkan menyelesaikan tiap kegiatan oleh masing-masing
kategori SDM.
3)
Standar beban kerja per
1 tahun masing-masing kategori SDM
Standar
beban kerja adalah volume/kuantitas beban kerja selama 1 tahun per kategori
SDM. Standar beban kerja untuk suatu kegiatan pokok disusun berdasarkan waktu
yang dibutuhkan untuk menyelesaikannya (waktu rata-rata) dan waktu kerja
tersedia yang dimiliki oleh masing-masing kategori SDM.
Adapun rumus perhitungan standar beban kerja adalah
sebagai berikut:
Waktu Kerja Tersedia

Rata-rata
waktu Per-Kegiatan Pokok
d.
Penyusunan Standar Kelonggaran
Penyusunan standar kelonggaran
tujuannya adalah diperolehnya faktor kelonggaran tiap kategori SDM meliputi jenis kegiatan dan kebutuhan
waktu untuk menyelesaiakan suatu kegiatan yang tidak terkait langsung atau
dipengaruhi tinggi rendahnya kualitas atau jumlah kegiatan pokok/pelayanan.
Penyusunan faktor kelonggaran dapat dilaksanakan melalui pengamatan dan
wawancara kepada tiap kategori tentang :
1)
Kegiatan-kegiatan yang
tidak terkait langsung dengan pelayanan pada pasien, misalnya: pelatihan,
seminar, workshop, rapat, penyusunan
laporan kegiatan, menyusun kebutuhan obat/bahan habis pakai, dan lain-lain.
2)
Frekuensi kegiatan
dalam suatu hari, minggu, bulan
3)
Waktu yang dibutuhkan
untuk menyelesaikan kegiatan.
Selama
pengumpulan data kegiatan penyusunan standar beban kerja, sebaiknya mulai dilakukan
pencatatan tersendiri apabila ditemukan kegiatan yang tidak dapat dikelompokkan
atau sulit dihitung beban kerjanya karena tidak/kurang berkaitan dengan
pelayanan pada pasien untuk selanjutnya digunakan sebagai sumber data
penyusunan faktor kelonggaran tiap kategori SDM. Setelah faktor kelonggaran
tiap kategori SDM diperoleh, langkah selanjutnya adalah menyusun Standar
Kelonggaran dengan melakukan perhitungan berdasarkan rumus di bawah ini.
Rata-rata Waktu Per-Faktor Kelonggaran

Waktu
Kerja Tersedia
e.
Perhitungan Kebutuhan SDM Per Unit Kerja
Perhitungan kebutuhan SDM per unit
kerja tujuannya adalah diperolehnya jumlah dan jenis/kategori SDM per unit
kerja sesuai beban kerja selama 1 tahun. Sumber data yang dibutuhkan untuk
perhitungan kebutuhan SDM per unit kerja meliputi :
1)
Data yang diperoleh
dari langkah-langkah sebelumnya yaitu :
•
Waktu kerja tersedia
•
Standar beban kerja dan
•
Standar kelonggaran masing-masing kategori SDM
2)
Kuantitas kegiatan
pokok tiap unit kerja selama kurun waktu satu tahunan.
Kebutuhan SDM
Data
kegiatan Instalasi Rawat Jalan dan Rawat Inap dan Standar Beban Kerja serta
Standar Kelonggaran, merupakan sumber data untuk perhitungan kebutuhan SDM di
setiap instalasi dan unit kerja dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Kuantitas Kegiatan Pokok +
Standar Kelonggaran

Standar Beban Kerja
Berdasarkan
rumus perhitungan tersebut, kebutuhan SDM untuk tiap kegiatan pokok terlebih
dahulu dijumlahkan sebelum di tambahkan dengan Standar Kelonggaran masing-masing
kategori SDM. (Kemenkes, 2004)
Komentar
Posting Komentar